Bamboe Roentjing
KH. Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan
Lasykar dan TKR menuju ke Parakan,………. Diantaranya yang paling terkenal adalah
Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan
KH. Masykur. “Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung
Tomo, “Barisan Banteng” dibawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat
dibawah pimpinan Ir. Sakirman dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini
baik TKR maupun badan-badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”.[7]
Inilah sepenggal kesaksian seorang kiai yang langsung mengalami
peristiwa, dan Kiai Saefuddin Zuhri juga mengantar beberapa tokoh penting (KH.
A Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, KH. Masykur dan RM Wongsonegoro yang saat
itu menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah dan bahkan Jendral Sudirman) datang
dan berdialog dan minta doa kepada Kiai Subkhi yang saat itu sering di temani
oleh Kiai Nawawi dan Kiai Mandzur.
Bambu
runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang
dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang
sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata
massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah. Siapa mengawali pemakaian
Bambu Runcing sebagai senjata massal rakyat, apakah berasal dari Parakan, atau
dari daerah lain. Tetapi yang jelas pada masa perang kemerdekaan senjata
tradisional banyak sekali di gunakan untuk perang melawan senjata-senjata
modern. Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan. Menurut sumber
sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak,
remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara
lain senjata bambu runcing.
Bagaimana
proses penyepuhan Bambu Runcing oleh para kiai di Parakan? Jika membaca sumber-sumber dan para pelaku
sejarah cukup banyak versi dan variasi. Variasi ini terkait banyak hal
seperti siapa yang mengawali penyepuhan Bambu Runcing? Doa apa yang di bacakan?
Siapa yang membacakan doa, dan bagaimana proses penyepuhan di lakukan. Rumit
dan banyaknya variasi tersebut memang sangat dimungkinkan terjadi. Hal tersebut
disebabkan karena memang terlalu banyaknya orang yang berbondong-bondong datang
ke Parakan. Berbagai sumber baik yang tertulisan maupun sumber lisan penelitian
ini membuktikan hal tersebut. Istakhori menyatakan hamper 10.000 orang tiap
hari datang selama masa pasca proklamasi[33]. Hal yang sama di katakan oleh para pelaku Sejarah antara lain Rahmat Imam
Puro[34], salah seorang santri KH. Ali, sangat banyak orang yang datang dan dari
berbagai penjuru tanah air, tidak hanya sekitar Temanggung. Karto Supono salah
seorang pelaku sejarah dari daerah Sumowono juga menceritakan banyaknnya orang
datang untuk minta doa kepada para Kiai di Parakan[35]. Oleh sebab cukup rumit pada bagian ini peneliti hanya memaparkan
berbagai sumber sebagaimana apa adanya. Secara teoritik sebagai kajian sejarah
hal seperti ini menjadi sangat mungkin terjadi.
Peralatan
senjata tradisional yang digunakan para pejuang dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekan Indonesia sebenarnya sangat beragam. Pada tahun itu
di kenal senjata-senjata tradisional Bambu Runjing, Tombak, Keris, Ketapel, dan
Sujen. Namun dari berbagai senjata tersebut yang kemudian menjadi symbol
heroisme pada masa lalu hingga sekarang terutama perjuangan sebelum dan setelah
kemerdekaan Indonesia adalah Bambu Runcing. Ketika di Parakan terjadi
penyepuhan senjata, tidak hanya Bambu Runcing yang di berikan doa-doa, tetapi
juga peralatan lain dan juga pengisian tenaga dalam.
Dalam perjalanan sejarahnya upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam
bentuk perlawanan bersenjata, melibatkan hamper semua komponen bangsa.
Perlawanan tersebut bersifat semesta dan total, diikuti berbagai kelompok
masyarakat dan bersifat total strategi. Kebersamaan dan kebersatuan pada
tahun-tahun 1945 masih sangat kuat. Kalaupun terjadi perbedaan-perbedaan lebih
kepada perbedaan strategi perang dan gerilya. Namun munculnya tokoh-tokoh besar
baik para pemimpin nasional maupun dari kalangan ormas Agama, dan pesantren,
mampu menjadi obor perjuangan kemana arah perjuangan sedang menuju. Itulah
sebabnya persatuan masih terjaga dengan baik.
Dalam hamper semua perjuangan senjata, para kiai dan senjata Bambu Runcing
hadir dan menjadi pengawal perjuangan. Terbunuhnya Jendral Mallaby panglima
tentara Inggris yang mati dengan senjata bayonet dan tusukan Bambu Runcing,
menjadi bukti kehadiran tersebut. Dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan
penelitian ini, beberapa kesimpulan dari focus pertanyaan penelitian, maka
peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1 Pencetus gerakan
perjuangan dengan senjata bambu runcing, dalam pengertian sebagai senjata
perjuangan yang bersifat massal dan nasional, sampai saat ini memang belumlah
sangat jelas. Senjata Bambu Runcing pernah di pakai latihan ketentaraan
Seinendan pada zaman Jepang. Tetapi khusus penggunaan senjata Bambu Runcing
dengan doa, pengisian tenaga dalam, memang hal ini secara tegas dapat
dikatakan, di mulai dai Parakan, Temanggung. Siapa para kiai yang terlibat ada
beragam pandangan. Namun semua mengerucut kepada kedua tokoh penting di Parakan
yakni KH. Subkhi (Subuki) dan KH.R
Sumo Gunardo, dan para kiai lain di Parakan dan Temanggung seperti KH. M Ali
(pengasuh pesantren tertua di Parakan), KH. Abdurrahman, KH. Nawawi, KH.
Istakhori dan kelanjutannya juga KH. Mandzur dari Temanggung dan berbagai kiai
di NU Temangggung, khususnya MWC Parakan.
2 Senjata bambu runcing Bambu Runcing di gunakan
sebagai alat perjuangan, berangkat dari ketiadaan, kekurangan peralatan perang
yang tersedia, sementara perjuangan harus di lajutkan terutama setelah
Indonesia meredeka. Musuh Indonesia setelah proklamasi menjadi sangat banyak
dan dengan kekuatan besar, Jepang yang masih bercokol, Belanda yang ingin
menguasai lagi dan Sekutu yang juga akan menjajah menggantikan Jepang dan
Belanda. Maka praktis, keperluan persenjataan yang di butuhkan. Bambu Runcing
dan peralatan tradisional lain menjadi alternatif, murah dan bisa bersiaft
massal. Kekuatan doa menjadi
faktor utama kekuatan alat-alat tradisional tersebut.
3. Ternyata dalam
realitas sejarah, perjuangan dengan menggunakan senjata bambu runcing, terjadi
pada hampir semua medan perang. Lasykar-lasykar rakyat BKR, AMRI, Hizbullah,
Sabilillah dan sebagainya yang terlibat pada pertempuran di berbagai peristiwa,
menggunakan senjata Bambu Runcing sebagai senjata utama, sebelum mereka mampu
merebut senjata musuh.
4. Peninggalan-peninggalan
sejarah Bambu Runcing khusus yang berhubungan dengan Bambu Runcing Parakan bisa
di lacak ke tempat, atau para kiai yang pernah terlibat dalam berbagai
peristiwa Bambu Runcing. Sampai sekarang Rumah KH. Subkhi masih berdiri dan
berbagai peninggalannya, Rumah KH. R Sumo Gunardo masih adan juga beberapa
peninggalanya, ada yang di Museum Monjali (Monumen Jogja Kembali), Pondok
Pesantren KH. M. Ali sampai sekarang masih berdiri dan terus berkembang. Bekas
kantor BMT dan pusat penyepuhan walaupun telah berubah, namun jejak-jejaknya
masih ada. Dan khusus sumur yang sering di ambil airnya untuk penyepuan Bambu
Runcing juga masih ada. Khusus di Temanggung bahkan tempat Kiai Mandzur di
kenal dengan Mujahidin, samapi sekarang menjadi pusat kegiatan Tarekat.
Perjuangan bersenjata yang melibatkan
senjata Bambu Runcing oleh berbagai lasykar rakyat dalam perjuangan kemerdekaan
sangat jelas dan nyata. Bahkan selama masa setelah Proklamasi Kemerdekaan
dengan musuh utama Jepang, Belanda dan Sekutu, di mana pada saat itu bangsa
Indonesia belum memiliki cukup senjata, maka Bambu Runcing menjadi senjata
massal rakyat Indonesia
(Dari beberapa sumber)
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar