Temanggung sebuah kota kecil di wilayah Jawa Tengah,dimana di temanggung ini aku dilahirkan dan dibesarkan.Tepatnya aku dilahirkan disebuah desa kecil Gedangan,Mento,Candiroto,Temanggung.Oleh teman-temanku sekarang, aku sering dipanggil cah wudel (Anak Puser),karena aku berasal dari kampung dibawah gunung kembar SUSI,yakni Gunung SUmbing-SIndoro.Gunung Kembar nan indah yang berdiri gagah diatas tanah Temanggung.
Sindoro dengan ketinggian 3153m DPL,dan
Sumbing 3371m DPL,yang sudah tidak asing lagi bagi para pencinta alam ataupun para pendaki gunung,yang bisanya para pecinta alam melakukan ekspedisi Triple S (Sindoro,Sumbing,Slamet).
|
Gunung Kembar SuSi (Sumbing-Sindoro) Temanggung. |
Batas-batas administrative Kabupaten Temanggung adalah sebagai berikut:
- Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang
- Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang
- Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Magelang
- Di sebelah Barat berbatsn dengan Kabupaten Wonosobo.
Wilayah Kabupaten Temanggung secara geoekonomis dilalui oleh 3 jalur pusat kegiatan ekonomi, yaitu Semarang (77 Km), Yogyakarta (64 Km), dan Purwokerto (134 Km).
Banyak yang mengira kalau Temanggung hanya cantik dan bersih, namun miskin obyek wisata.
Anggapan ini keliru, karena Temanggung justru memiliki khazanah pariwisata yang lengkap, mulai dari wisata alam, wisata pegunungan/pendakian, wisata sejarah, wisata geologi, wisata pendidikan, wisata tradisi, hingga wisata buatan seperti rekreasi kartini di Kowangan dan Pikatan Water Park di Komplek Kolam Renang Pikatan.
Hanya saja, Temanggung “diapit” oleh dua kabupaten yang memiliki potensi wisatanya lebih dikenal orang, khususnya turis asing. Terutama Candi Borobudur (Kabupaten Magelang) dan Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Wonosobo). Akibatnya, Temangung lebih sering dijadikan kota Ampiran atau Daerah Antar Tujuan Wisata (DATW), belum sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).
Umumnya, para wisatawan nusantara maupun mancanegara hanya melewati Temanggung ketika dalam perjalanan wisata Semarang-Dieng atau Yogyakarta-Borobudur-Dieng. Temanggung memang berada di jalur wisata strategi Yogyakarta-Borobudur-Temanggung-Dieng dan jalur Semarang-Curug Sewu-Temanggung-Dieng. Hal ini menunjukkan bahwa jika digarap dengan lebih baik lagi, Temanggung bisa menjadi DTW andalan di Jawa Tengah.
Pemerintah daerah sangat berkeinginan untuk mengubah posisi Temanggung menjadi daerah tujuan wisata. Apalagi banyak obyek wisata yang menarik dan potensial antara lain Taman Rekreasi Pikatan Indah dengan Pikatan Water Parknya, Monumen Bambang Sugeng, Monumen Meteorit, Candi Pringapus, Curug Lawe, Curug Trocoh, Prasasti Gondosuli, Goa Lawa, Umbul Jumprit dengan Pengambilan Air Suci Waisak, dan lain-lain.
Kecuali Taman Rekreasi Kartini yang merupakan obyek wisata buatan, keberadan obyek-obyek wisata di Temanggung terkait erat dengan cerita sejarah dan legenda yang menarik untuk disimak. Hal ini terkait dengan ragam dan budaya masyarakat di mana obyek wisata ditemukan.
Pendakian Gunung Sindoro dan Sumbing pun bisa dijadikan obyek andalan mengingat banyak kawula muda yang memiliki hobi mendaki gunung.
Penggemar tanaman hias dan tanaman buah bisa memuaskan hobinya dengan mengunjungi Pasar Agrobisnis Soropadan di Kecamatan Pringsurat.
Sejarah Temanggung
Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di desa Mudal Kecamatan Temanggung. Disini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan. Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan. Disini didirikan Bihara agama Hindu oleh adik raja Mataram Kuno Rahyangta I Hara, sedang rajanya adalah Rahyangta Rimdang (Raja Sanjaya) yang naik tahta pada tahun 717 M (Prasasti Mantyasih). Oleh pewaris tahta yaitu Rake Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M, Bihara Pikatan memperoleh bengkok di Sawah Sima. Jika dikaitkan dengan prasasti Gondosuli ada gambaran jelas bahwa dari Kecamatan Temanggung memanjang ke barat sampai kecamatan Bulu dan seterusnya adalah adalah wilayah yang subur dan tenteram (ditandai tempat Bihara Pikatan).
Pengganti raja Sanjaya adalah Rakai Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M dan bertahta selama kurang lebih 38 tahun. Dalam legenda Angling Dharma, keratin diperkirakan berada di daerah Kedu (Desa Bojonegoro). Di desa ini ditemukan peninggalan berupa reruntuhan. Di wilayah Kedu juga ditemukan desa Kademangan. Pengganti Rakai Panangkaran adalah Rakai Panunggalan yang naik tahta pada tanggal 1 april 784 dan berakhir pada tanggal 28 Maret 803. Rakai Panunggalan bertahta di Panaraban yang sekarang merupakan wilayah Parakan . Disini ditemukan juga kademangan dan abu jenasah di Pakurejo daerah Bulu. Selanjutnya Rakai Panunggalan digantikan oleh Rakai Warak yang diperkirakan tinggal di Tembarak. Disini ditemukan reruntuhan di sekitar Masjid Menggoro dan reruntuhan Candi dan juga terdapat Desa Kademangan. Pengganti Rakai warak adalah Rakai Garung yang bertahta pada tanggal 24 januari 828 sampai dengan 22 Pebruari 847. Raja ini ahli dalam bangunan candid an ilmu falak (perbintangan). Dia membuat pranata mangsa yang sampai sekarang masih digunakan. Karena kepandaiannya sehingga Raja Sriwijaya ingin menggunakannya untuk membuat candi. Namun Rakai Garung tidak mau walau diancam. Kemudian Rakai Garung diganti Rakai Pikatan yang bermukim di Temanggung. Disini ditemukan Prasasti Tlasri dan Wanua Tengah III. Disamping itu banyak reruntuhan benda kuno seperti Lumpang Joni dan arca-arca yang tersebar di daerah Temanggung. Disini pun terdapat desa Demangan.
Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang. Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
Catatan sejarah Temanggung berasal dari :
- Prasasti Wanua Tengah III, Berkala arkeologi tahun 1994 halaman 87 bahwa Rakai Pikatan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 855 M.
- Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
- Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
- Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Aekeologi Tahun 1994 halaman 89, Rakai Kayu Wangi naik tahta tanggal 27 Mei 855 M.
- Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Catatan diatas dapat disimpulkan bahwa Rakai Pikatan mengangkat putranya Kayu Wangi. Selanjutnya mengundurkan diri dan meninggalkan Mataram untuk kawin dengan Pramudha Wardani. Dalam peperangan melawan Balaputra Dewa, Rakai Pikatan dibantu putranya Kayu Wangi.
Riwayat Singkat Hari Jadi Kabupaten Temanggung
Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal; Pertama, adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan. Kedua, Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi. Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat esiden Kedu kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.
Mempertimbangkan bahwa Hari Jadi Daerah merupakan awal perjalanan sejarah, agar diketahui semua lapisan masyarakat, guna memacu meningkatkan semangat pembangunan dan pengembangan daerah, maka Pemerintah Kabupaten Dati II Temanggung menugaskan kepada DPD II KNPI Kabupaten Temanggung untuk mengadakan pelacakan sejarah dan seminar tentang Hari Jadi Kabupaten Temanggung. Dari hasil seminar tanggal 21 Oktober 1985, yang diikuti oleh Sejarawan, Budayawan dan Tokoh Masyarakat, ABRI, Rokhaniwan, Dinas/Instansi/Lembaga Masyarakat dan lain-lainnya, maka ditetapkan bahwa tanggal 10 Nopember 1834 sebagai Hari Jadi Kabupaten Temanggung.