Sabtu, 19 Mei 2012

BAMBOE ROENTJING


 Bamboe Roentjing

KH. Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan,………. Diantaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masykur. “Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung Tomo,  “Barisan Banteng” dibawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan-badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”.[7]
Inilah sepenggal kesaksian seorang kiai yang langsung mengalami peristiwa, dan Kiai Saefuddin Zuhri juga mengantar beberapa tokoh penting (KH. A Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, KH. Masykur dan RM Wongsonegoro yang saat itu menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah dan bahkan Jendral Sudirman) datang dan berdialog dan minta doa kepada Kiai Subkhi yang saat itu sering di temani oleh Kiai Nawawi dan Kiai Mandzur. 

Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah. Siapa mengawali pemakaian Bambu Runcing sebagai senjata massal rakyat, apakah berasal dari Parakan, atau dari daerah lain. Tetapi yang jelas pada masa perang kemerdekaan senjata tradisional banyak sekali di gunakan untuk perang melawan senjata-senjata modern. Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan. Menurut sumber sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak, remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara lain senjata bambu runcing. 
Bagaimana proses penyepuhan Bambu Runcing oleh para kiai di Parakan? Jika membaca sumber-sumber dan para pelaku sejarah cukup banyak versi dan variasi.  Variasi ini terkait banyak hal seperti siapa yang mengawali penyepuhan Bambu Runcing? Doa apa yang di bacakan? Siapa yang membacakan doa, dan bagaimana proses penyepuhan di lakukan. Rumit dan banyaknya variasi tersebut memang sangat dimungkinkan terjadi. Hal tersebut disebabkan karena memang terlalu banyaknya orang yang berbondong-bondong datang ke Parakan. Berbagai sumber baik yang tertulisan maupun sumber lisan penelitian ini membuktikan hal tersebut. Istakhori menyatakan hamper 10.000 orang tiap hari datang selama masa pasca proklamasi[33]. Hal yang sama di katakan oleh para pelaku Sejarah antara lain Rahmat Imam Puro[34], salah seorang santri KH. Ali, sangat banyak orang yang datang dan dari berbagai penjuru tanah air, tidak hanya sekitar Temanggung. Karto Supono salah seorang pelaku sejarah dari daerah Sumowono juga menceritakan banyaknnya orang datang untuk minta doa kepada para Kiai di Parakan[35].  Oleh sebab cukup rumit pada bagian ini peneliti hanya memaparkan berbagai sumber sebagaimana apa adanya. Secara teoritik sebagai kajian sejarah hal seperti ini menjadi sangat mungkin terjadi. 

Peralatan senjata tradisional yang digunakan para pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekan Indonesia sebenarnya sangat beragam. Pada tahun itu di kenal senjata-senjata tradisional Bambu Runjing, Tombak, Keris, Ketapel, dan Sujen. Namun dari berbagai senjata tersebut yang kemudian menjadi symbol heroisme pada masa lalu hingga sekarang terutama perjuangan sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia adalah Bambu Runcing. Ketika di Parakan terjadi penyepuhan senjata, tidak hanya Bambu Runcing yang di berikan doa-doa, tetapi juga peralatan lain dan juga pengisian tenaga dalam.
            Dalam perjalanan sejarahnya upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam bentuk perlawanan bersenjata, melibatkan hamper semua komponen bangsa. Perlawanan tersebut bersifat semesta dan total, diikuti berbagai kelompok masyarakat dan bersifat total strategi. Kebersamaan dan kebersatuan pada tahun-tahun 1945 masih sangat kuat. Kalaupun terjadi perbedaan-perbedaan lebih kepada perbedaan strategi perang dan gerilya. Namun munculnya tokoh-tokoh besar baik para pemimpin nasional maupun dari kalangan ormas Agama, dan pesantren, mampu menjadi obor perjuangan kemana arah perjuangan sedang menuju. Itulah sebabnya persatuan masih terjaga dengan baik.
            Dalam hamper semua perjuangan senjata, para kiai dan senjata Bambu Runcing hadir dan menjadi pengawal perjuangan. Terbunuhnya Jendral Mallaby panglima tentara Inggris yang mati dengan senjata bayonet dan tusukan Bambu Runcing, menjadi bukti kehadiran tersebut. Dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan penelitian ini, beberapa kesimpulan dari focus pertanyaan penelitian, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1        Pencetus gerakan perjuangan dengan senjata bambu runcing, dalam pengertian sebagai senjata perjuangan yang bersifat massal dan nasional, sampai saat ini memang belumlah sangat jelas. Senjata Bambu Runcing pernah di pakai latihan ketentaraan Seinendan pada zaman Jepang. Tetapi khusus penggunaan senjata Bambu Runcing dengan doa, pengisian tenaga dalam, memang hal ini secara tegas dapat dikatakan, di mulai dai Parakan, Temanggung. Siapa para kiai yang terlibat ada beragam pandangan. Namun semua mengerucut kepada kedua tokoh penting di Parakan yakni KH. Subkhi (Subuki) dan KH.R Sumo Gunardo, dan para kiai lain di Parakan dan Temanggung seperti KH. M Ali (pengasuh pesantren tertua di Parakan), KH. Abdurrahman, KH. Nawawi, KH. Istakhori dan kelanjutannya juga KH. Mandzur dari Temanggung dan berbagai kiai di NU Temangggung, khususnya MWC Parakan. 


2        Senjata bambu runcing Bambu Runcing di gunakan sebagai alat perjuangan, berangkat dari ketiadaan, kekurangan peralatan perang yang tersedia, sementara perjuangan harus di lajutkan terutama setelah Indonesia meredeka. Musuh Indonesia setelah proklamasi menjadi sangat banyak dan dengan kekuatan besar, Jepang yang masih bercokol, Belanda yang ingin menguasai lagi dan Sekutu yang juga akan menjajah menggantikan Jepang dan Belanda. Maka praktis, keperluan persenjataan yang di butuhkan. Bambu Runcing dan peralatan tradisional lain menjadi alternatif, murah dan bisa bersiaft massal. Kekuatan doa menjadi faktor utama kekuatan alat-alat tradisional tersebut.
3. Ternyata dalam realitas sejarah, perjuangan dengan menggunakan senjata bambu runcing, terjadi pada hampir semua medan perang. Lasykar-lasykar rakyat BKR, AMRI, Hizbullah, Sabilillah dan sebagainya yang terlibat pada pertempuran di berbagai peristiwa, menggunakan senjata Bambu Runcing sebagai senjata utama, sebelum mereka mampu merebut senjata musuh.
4. Peninggalan-peninggalan sejarah Bambu Runcing khusus yang berhubungan dengan Bambu Runcing Parakan bisa di lacak ke tempat, atau para kiai yang pernah terlibat dalam berbagai peristiwa Bambu Runcing. Sampai sekarang Rumah KH. Subkhi masih berdiri dan berbagai peninggalannya, Rumah KH. R Sumo Gunardo masih adan juga beberapa peninggalanya, ada yang di Museum Monjali (Monumen Jogja Kembali), Pondok Pesantren KH. M. Ali sampai sekarang masih berdiri dan terus berkembang. Bekas kantor BMT dan pusat penyepuhan walaupun telah berubah, namun jejak-jejaknya masih ada. Dan khusus sumur yang sering di ambil airnya untuk penyepuan Bambu Runcing juga masih ada. Khusus di Temanggung bahkan tempat Kiai Mandzur di kenal dengan Mujahidin, samapi sekarang menjadi pusat kegiatan Tarekat.    
Perjuangan bersenjata yang melibatkan senjata Bambu Runcing oleh berbagai lasykar rakyat dalam perjuangan kemerdekaan sangat jelas dan nyata. Bahkan selama masa setelah Proklamasi Kemerdekaan dengan musuh utama Jepang, Belanda dan Sekutu, di mana pada saat itu bangsa Indonesia belum memiliki cukup senjata, maka Bambu Runcing menjadi senjata massal rakyat Indonesia

(Dari beberapa sumber)
Terima Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar